Iklan

terkini

Makam Makam Alas Hak

Senin, 29 Agustus 2022, Agustus 29, 2022 WIB Last Updated 2022-08-29T11:37:28Z


   Oleh : Jamhuri – Direktur Eksekutif LSM Sembilan


Jambinow.id - Merujuk pada pendapat yang di kemukakan oleh Fahlevandlaw, (2016) yang menyatakan bahwa tanah adalah merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, mulai semenjak dari lahir hingga ke kematianpun sebagian besar manusia tetap membutuhkan tanah. Tanah akan terus menjadi bagian dari kehidupan, sebab hal yang paling hakiki sekalipun yakni kematian manusia akan membutuhkan tanah. Semasa hidup menguasai tanah setelah mati berada dalam timbunan tanah. 

Pentingnya fungsi tanah bagi kehidupan manusia menjadi sumber pertama dan yang terutama bagi lahirnya keinginan untuk memiliki dan menguasai tanah dengan berbagai kepentingan dan keinginan, sebagai awal dari tumbuhnya hak dan kewajiban atas tanah. Untuk itu guna menjaga hubungan interaksi sosial sebagai makhluk sosial (Zoon Politicon) Pemerintah berbuat dan bertindak atas nama dan untuk serta demi kepentingan negara dan sekaligus sebagai bentuk perwujudan dari prinsip - prinsip sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat dengan hak dan kewenangan yang diberikan oleh negara membuat sejumlah peraturan perundang-undangan. 

Pembuatan dan pengesahan serta pemberlakuan ketentuan peraturan perundang-undangan diikuti dengan pelaksanaan penegakan hukum (Law Enforcement) dilakukan dengan pola semacam suatu piramida, dimana hak dan kewenangan kekuasaan memiliki satu puncak tertinggi yang akan menaungi penguasa - penguasa yang berada pada batasan kekuasaan yang lebih rendah (Piramida Kekuasaan). 

Agar prilaku setiap warga masyarakat tidak seperti pandangan Aries Toteles dengan konsep Zoon Politiconnya yang menyatakan bahwa manusia adalah hewan yang bermasyarakat, atau sebagaimana pepatah bangsa latin yang bernada lebih ekstrim yaitu Homo homini lupus est yang dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa: manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. 

Ungkapan dimaksud dilontarkan dalam rangka mengkritisi tabiat manusia yang kerap kali berprilaku kejam terhadap sesama manusia bahkan lebih kejam dari seekor binatang yang disimbolisasikan dengan serigala, dengan gambaran dimana manusia akan kehilangan rasa perikemanusiaan pada saat berbuat jahat kepada sesamanya. Untuk itulah dibutuhkan Hukum sebagai kendali pengaturan hubungan interaksi sosial, tidak terlepas tentang persoalan hak dan kewajiban atas sebidang tanah.

Hukum tertinggi adalah keselamatan masyarakat dan kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat atau dengan kata lain hukum sendiri tercipta berdasarkan kedaulatan rakyat, dan penguasa diberikan hak dan kewenangan ataupun kekuasaan oleh hukum yang berarti dengan kekuasaan yang diberikan diharapkan penguasa dapat menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menjaga harkat dan martabat manusia tetap berada pada posisinya dengan kodrat sebagai makhluk sempurna yang berakhlak dan bermoral sebagai manusia.

Bagai suatu siklus alam, hukum diberikan kekuasaan oleh kedaulatan rakyat dan penguasa diberikan kekuasaan oleh hukum dan hukum dibuat oleh penguasa atas nama dan untuk serta demi kepentingan rakyat, untuk menjaga keharmonisan hubungan interaksi sosial dalam penerapan hak dan kewajiban yang sama. Dari rakyat untuk rakyat dan kembali kepada rakyat, suatu tatanan yang mengatur bahwa tidak ada penguasa yang ada hanyalah pelayan, pelindung dan pengayom bagi masyarakat. Tiada wilayah pemerintahan tanpa rakyat atau masyarakat. 

Dinegara dengan konsep negara hukum (Recht Staat) hukum lah yang mengatur hubungan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain secara otomatis akan melahirkan hak dan kewajiban masing-masing baik tentang hubungan sebagai sesama warga masyarakat maupun hubungan antara masyarakat dengan negara serta dapat membedakan antara Barang Milik Negara (BMN) dan Barang Milik Publik.

Dimana amanat konstitusional memberikan arti terhadap Barang Milik Negara “Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.” Dapat juga diartikan adalah merupakan barang berwujud dan tidak berwujud yang diperoleh Negara atau pemerintah dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban Negara, yang terbagi atas dua jenis yaitu Barang Milik Pribadi Negara (Privat Domein) yaitu Benda-benda atau barang yang dipakai oleh aparat pemerintah secara langsung dimana kemanfaatan benda-benda tersebut jarang diperuntukkan untuk umum. 

Kedua yaitu barang milik publik (Public Domein) yaitu Benda-benda atau yang disediakan pemerintah untuk masyarakat secara umum. Sementara Negara hanya diberikan hak oleh hukum untuk menguasai tapi tidak untuk memiliki. Dengan begitu diharapkan dan semestinya hubungan yang terbangun akan tetap dan harus berlangsung secara harmonis tanpa terjadinya benturan kepentingan dan keinginan apapun bentuknya.

Pembuatan dan pengesahan serta pemberlakuan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai perwujudan campur tangan pemerintah dalam pengaturan hak dan kewajiban atas penguasaan atas tanah. Dalam pemberian hak atas tanah disinyalir bahwa pihak - pihak yang berkompeten dan terlibat dalam permohonan dan pemberian hak atas tanah telah gagal melakukan suatu pendekatan yang bersifat terpadu melalui pendekatan dari segi hukum (legal aprroach), dari segi kesejahteraan (prosperty approach), dari segi ketertiban umum (security approach) dan pendekatan dari segi kemanusiaan (humanity approach). 

Dimana setiap pendekatan dimaksud memiliki makna dan tujuan tersendiri misalnya dengan legal approach dimaksudkan bahwa prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan hukum tetap dijadikan landasan sesuai dengan prinsip bahwa negara kita adalah negara hukum. Prosperty approach dimaksudkan kita harus memperhatikan asas-asas ketertiban keamanan, sehingga stabilitas nasional akan tetap terpelihara. 

Suatu gambaran bahwa pihak berkompeten dalam pemberian dan pihak penerima hak atas tanah telah dengan sengaja melakukan konspirasi dan kolaborasi dengan mengabaikan atau melupakan prinsip pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat, hingga lebih menonjolkan fakta yang melahirkan tudingan pembangunan dari, oleh dan untuk pejabat dan penjahat. 

Suatu pendekatan yang salah kafrah dan patut dinilai sebagai praktek mafia dimana dilakukan pendekatan dengan prinsif membela pihak yang bayar bukan yang benar. Susah untuk dibedakan antara Penjahat dan Pejabat, sehingga negara memberikan nama atau gelar atas oknum dimaksud dengan sebutan kelompok rahasia pelaku kejahatan kriminal (Mafia).

Penerapan dan/atau pelaksanaan penegakan hukum adalah wujudnyata dari Campur tangan pemerintah yang pada dasarnya setiap bentuk campur tangan pemerintah ini harus didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai perwujudan dari asas legalitas, yang menjadi sendi utama negara hukum. 

Segala macam bentuk campur tangan pemerintah tersebut diberi bentuk hukum agar segala sesuatunya tidak menimbulkan suatu keragu-raguan pada semua pihak yang bersangkutan, dan bilamana timbul konflik, penyelesaiannya akan lebih mudah. 

Bentuk hukum tersebut adalah mutlak perlu, oleh sebab fungsi-fungsi hukum modern adalah sepenuhnya untuk: menertibkan dan mengatur lalu lintas yang terjadi dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, mencegah ataupun menyelesaikan segala macam bentuk sengketa (konflik), menegakkan keamanan dan ketertiban, mengukur tata cara penegakkan keamanan dan ketertiban, mengubah tatanan masyarakat seperlunya, disesuaikan dengan perubahan keadaan yang terjadi, mengatur tata cara pengubahan atau perubahan keadaan.

Pemerintah sepenuhnya harus menjalankan fungsi-fungsi hukum dengan tidak mengurangi atau mengganggu apalagi sampai merubah prinsip - prinsip kaidah dan norma hukum, yaitu : Keadilan, Kewajaran, Effisiensi, Kepastian hukum, Ketenangan hidup. 

Campur tangan pemerintah tersebut dilakukan oleh para pejabat atau petugas Administrasi Negara yang menerima pelimpahan hak dan kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh negara untuk berbuat dan bertindak atas nama dan untuk serta demi kepentingan negara guna mencapai salah satu dari tujuan negara yaitu memajukan kesejahteraan umum, atau mampu menciptakan suatu tatanan kehidupan masyarakat madani. 

Pada kenyataannya warga masyarakat dan masyarakat pada umumnya sangat tergantung dari pelaksanaan tugas serta keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara atau pejabat pemerintah, tanpa membedakan antara pejabat pemerintah yang menjalankan tugas politik negara (pemerintahan) dan pejabat pemerintahan sebagai pejabat administrasi negara (yang menjalankan tugas teknis fungsional atau operasional menjalankan kehendak pemerintah dan melayani masyarakat umum).

Wujud dari Campur Tangan Pemerintah tersebut yaitu dengan diberlakukannya ketentuan yang mengatur tentang hal - hal yang menyangkut tentang hak dan kewajiban atas tanah, antara lain Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. 

Serta sejumlah ketentuan peraturan perundang - undangan yang memiliki korelasi dengan persoalan pertanahan termasuk dengan pemberlakuan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. 

Kenyataannya pembuatan dan pengesahan serta pemberlakuan sejumlah ketentuan peraturan perundang - undangan dimaksud terkesan tidak mampu berbuat dalam mencegah terjadinya komplik lahan dengan aneka ragam bentuk dan ragam yang mewarnainya, bahkan sampai dengan menelan korban jiwa.  

Disinyalir penyebab utama terjadinya komplik lahan  antara lain disebabkan oleh Sertifikat tumpang tindih, sertifikat salah obyek yang dikenal oleh masyarakat umum dengan sebutan Sertifikat mencari tanah, Hak Guna Usaha (HGU) yang berubah makna menjadi Hak Gue Untung, Sertfikat Hak Pakai (HP) dan Hak Pengelolaan (HPL) yang lahir dalam kondisi perkara sedang berlangsung  proses hukumnya dilembaga peradilan (status quo),  indikasi rekayasa pemberian ganti rugi pelepasan hak atas tanah, penggunaan dokumen palsu dalam mendapatkan Sertifikat Hak Milik (SHM). 

Suatu gambaran yang menunjukan bahwa pihak penerima kewenangan yang diberikan oleh negara telah gagal berbuat dan bertindak atas nama dan untuk serta demi kepentigan negara dalam memberikan perlindungan dengan kepastian hukum yang seakan-akan menempatkan hukum hanyalah merupakan sebatas pelengkap administrasi keberadaan dan kedaulatan negara. 

Penyelenggaraan pemberian dan menuntut hak atas sebidang tanah menempatkan proses pengurusannya seakan - akan berada dalam lingkaran kekuasaan sindikat kriminal (Cartel Mafia). Hukum benar-benar dibuat tajam kebawah tumpul keatas, tanah tidak lagi dapat diharapkan sebagai pemberi kesejahteraan dalam kehidupan bahkan hanya sebagai wadah penampung kematian dari suatu pertarungan mempertahankan hak hidup dalam kehidupan. 

Hukum dan keadilan takluk dan terkubur dalam kekuasaan financial yang menjanjikan dan terbukti secara nyata dan instan, membela yang membayar dipastikan akan cepat kaya, walau untuk itu harus berlaku sebagai Homo homini lupus est.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Makam Makam Alas Hak

Terkini

Iklan